GENEOLOGI PMII 2
GENEOLOGI PMII 2
A. Cikal Bakal Berdirinya PMII
Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula
dari kemauan yang kuat dari mahasiswa Nahdliyyin, yang ada pada saat itu tidak
biasa dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU karena secara histories PMII
merupakan mata rantai dari perguruan tinggi IPNU yang di bentuk pada muktamar
ke III IPNU di Cerebon pada tanggal 27-31 Desember 1958. Puncak dari perjungan
untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU mengadakan konferensi
besar di Kaliurang Yogyakarta pada Tanggal 14-17 Maret 1990 dan akhirnya di
bentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah
mahasiswa NU di Surabaya pada Tanggal 14-16 April 1990 dengan limit waktu satu
bulan setengah setelah keputusan di Kaliurang. banyak usulan nama yang
disampaikan di antaranya adalah IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlotul Ulama) dari
Jakarta, Persatuan Himpunan Mahasiswa Sunni dari Yogyakarta, dan Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari delegasi Bandung dan Surabaya, dari
ketiga usulan nama tersebut akhirnya PMII-lah yang disetujui oleh forum pada
tanggal 17 April 1960 di Surabaya. Semenjak proses kelahirannya, PMII pada
waktu itu secara structural masih menjadi Underbouw NU di bawah IPNU dan
nampaknya lebih di maksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU, karena
kondisi social politik pada waktu itu patronase, gerakan mahasiswa masih
menjadi bagian dari gerakan politik.
Mengenai makna PMII sendiri mulai dari kata “Pergerakan” adalah
bahwa mahasiswa sebagai insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan
potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu
berada dalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri
sebagai Kholifah Fil Ard, kata “Mahasiswa” yang terkandung di
dalamnya adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi
yang mempunyai kebebasan dalam berfikir, bersikap, dan beritndak kritis terhadap
kemapanan struktur yang menindas, disamping itu mahasiswa ala PMII adalah
sebagai insan religius, akademis, social, dan dan insan mandiri. Kata “Islam”
yang terkandung dalam PMII adalah islam sebagai agama pembebas terhadap
fenomina realitas social dengan paradigma ahlussunnah wal jamaah yang
itu konsep pendekatan terhadap ajaran agama islam secara profesional antara Iman,
Islam dan Ihsan yang di dalam pola pikir prilaku tercermin sifat-sifat
selektif, akomodatif, dan dan integratif. Sedangkan makna dari kata “Indonesia”
yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
mempunyai falsafah idiologi bangsa (pancasila) dan UUD 1945 dengan kesadaran
akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran akan wawasan nusantara.
B.
Reformulasi dan Reorientasi Pergerakan PMII
Pada awal berdirinya PMII masih menjadi anderbouw NU baik secara
structural (IPNU) maupun fungsionarisnya, karena pada waktu itu situasi politik
sangat panas dan banyak dari organisasi mahasiswa berafiliasi dengan kekuatan
partai politik untuk sepenuhnya mendukung dan menyokong kemenangan partai, jadi
gerakan PMII masih cenderung kepolitik praktis. Hal ini terjadi sampai tahun
1972.
Dalam perjalanan sejarahnya terus mengadakan refleksi aksi, gerakan yang
selama ini diambilnya untuk menjadi cermin transformatif bagi gerakan-gerakan
PMII di masa yang akan datang. Keterlibatan PMII dalam politik praktis yang
terlalu jauh dalam pemilu 1971 akhirnya sangat merugikan PMII itu sendiri
sebagia organisasi mahasiswa, yang akibatnya PMII mengalami banyak kemunduran
dalam segala aspek gerakan. Hal ini juga berakibat buruk terhadap cabang PMII
di beberapa daerah.
Kondisi ini akhirnya menyadarkan PMII untuk mengkaji ulang gerakan yang
selama ini di lakukannya, khususnya dalam dunia politik praktis. Setelah
melalui perbincangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar (MUBES) tanggal
14-16 juli 1972 PMII mencetuskan deklarasi independen di Munarjati, Lawang,
Malang, Jawa Timur yang lebih dikenal dengan “Deklarasi Menarjati”. Sejak saat
itulah PMII secara formal structural berpisah dengan NU. Dan langsung membuka
akses dan ruang yang sebear-besarnya tanpa berpihak pada salah satu partai
politik apapun. Hingga kini independensi itu masih di pertahankan dan di
pertegas dengan penegasan Cibogo pada tanggal 8 Oktober 1998. Bentuk dari
independensi itu sebagai upaya merespon dan moderennitas bangsa, dengan
menjunjung tinggi nilai etik dan moral serta idialisme yang dijiwai oleh ajaran
Islam Ahlus Sunah Wal Jamaah. Sampai kemudian PMII melakukan
reformulasi gerakan pada kongres X PMII pada tanggal 27 oktober 1991 di asrama
haji pondok gede Jakarta. Pada kongres tersebut ada keinginan untuk mempertegas
kembali hubungan PMII dengan NU yang akhirnya melahirkan pernyataan “deklarasi
interdependensi PMII-NU” penegasan hubungan itu di dasarkan pada pemikiran
antara lain:
1.
Adanya ikatan kesejarahan yang mempertautkan PMII
dengan NU. Adapun kehidupan PMII menyatakan dirinya sebagai organisasi
independen, hendaknya tidak di pahami secara sempit sebagai upaya mengurangi
apalagi menghapus arti ikatan kesejahteraan tersebut.
2.
Adanya kesamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi
PMII dan NU keutuhan komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan merupakan
perwujudan beragama dan berbangsa bagi bangsa Indonesia.
C. Menata
Gerakan PMII
Perubahan dalam system politik nasional yang pada akhirnya membawa
dampak pada dinamika ormas-ormas mahasiswa termasuk PMII sendiri, di samping
sifat kritis yang sangat di butuhkan mendorong para aktivis PMII secara dinamis
adalah sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita mahasiswa
sebagai agent of social change.
Sebenarnya pada era tahun 1980-an, PMII mulai serius masuk dan melakukan
advokasi-advokasi terhdap masyarakat serta menemukan kesadaran baru dalam
menentukan pilihan dan corak gerakan. Setidaknya ada dua momentum yang ikut
mewarnai pergulatan pergerakan PMII pada wilayah kebangsaan.
1.
Penerimaan pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal
2.
Kembalinya NU ke khitthah 1926 pada tahun 1984. pada
saat itu PMII mampu memposisikan peran yang sangat setraegis karena:
1)
PMII memberikan priorotas kepada pengembangan
intelektualitas.
2)
PMII menghindari dari praktek politik praktis dan
bergerak di wilayah pemberdayaan civil society.
3)
PMII lebih mengembangkan sifat kritis terhadap negera.
Pada periode tahun 1985-an PMII juga melakukan reorientasi dan reposisi
gerakan yang akhirnya menghasilkan Nalai Dasar Pergerakan (NDP). Sepanjang
tahun 1990-an PMII telah melakukan diskursif-diskursif serta isu-isu penting
seperti Islam transformatif, demokrasi dan pluralisme, civil society, masyarakat
komunikatif, teori kritis dan pos-modernisme.
Seiring naiknya gus Dur menjadi orang nomor wahid keempat di Indonesia
secara serta merta aktivis PMII mengalami kebingungan apakah civil society
harus berakhir ketika gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simpul tali
pejuangan civil society naik ketampuk kekuasaan. Dan ketika gus Dur dijatuhkan
dari kursi presiden, paradigma yang selama ini menjadi arah gerak PMII telah
patah. Paradigma ini kemudian diganti dengan pradigma Kritis Transformatif.
Pernyataan
yang timbul bagaimana kita sebagai kader PMII harus bersikap?
Adalah suatu keniscayaan dan tanggung jawab besar kita sebagai generasi
penerus bangsa umumnya dan kader PMII pada khususnya untuk berfikir kritis pada
setiap kebijakan negara yang kadang sama
sekali tidak memihak pada rakyat kecil dan cenderung menginjak begitupun secara
mikro kebijakan yang ada dilingkungan tempat tinggal kita. Selanjutnya setelah
itu, kita sebagai kader pergerakan harus mampu mengawal perubahan kearah yang
lebih baik serta responsive terhadap realitas social yang ada.
Landasan-landasan dalam Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII):
ü Landasan
filosofis PMII adalah nilai dasar pergerakan (NDP) yang disitu ada hablum
minallah (Hubungan Manusia dengan Tuhan), hablum minannans (Hubungan
Manusia dengan Manusia), dan hablum minal alam (Hubungan Manusia dengan Alam).
ü Landasan
berfikir PMII adalah ASWAJA yang didalamnya ada tasamuh (toleransi), tawazun
(proporsional/keseimbangan), tawassuth (moderat), ta’addul
(keadilan), yang dijadikan manhajul al-fikr (metodologi berfikir) dan
sebagai instrumen perubahan.
ü Landasan
pradigmatisnya adalah Pradigma Kritis Transformatif yang dijadikan perangkat
analisa perubahan yang mencita-citakan perubahan yang lebih baik di semua
bidang. Ketiga landasan itulah yang dujadikan acuan yang harus dimiliki oleh
setiap kader PMII.
ASWAJA
DAN NDP
ASWAJA dalam
pemahaman PMII
Kita pernah tahu bahwa ahlussunnah wal jama’ah (ASWAJA) adalah
mazhab keislaman yang menjadi dasar jami’iyah Nahdhatul Ulama’ (NU) sebagai manhajul
al-fikr yang di rumuskan oleh hadhratus syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dalam
Qunun Asasi. Yaitu:
Dalam Ilmu Aqidah/ teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan
Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi.
Dalam Syariah/Fiqh mengikuti salah satu empat Imam (Imam Abu Hanifah, Imam
Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal).
Dalam Tasyawuf/Akhlaq mengikuti salah satu dari dua Imam yaitu: Junaid
Al-Baghdhadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Namun pemahaman seperti ini tidak memadai untuk di
jadiakan pijakan gerak PMII. Sebab, pemahaman yang demikian cenderung
menjadikan Aswaja sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa di otak-atik lagi.
Pemaknaannya hanya di batasi pada produk pemikiran saja. Sedangkan produk
pemikiran secanggih apapun, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks)
yang menghasilkannya. Padahal untuk menjadi dasar pergerakan, Aswaja harus
senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang dan disesuaikan pada
konteks saat ini dan yang akan datang inilah yang dinamakan idiologi terbuka.
PMII memaknai aswaja sebagai Manhajul Fikr yaitu sebagi metode
berfikir yang digariskan oleh sahabat-sahabat nabi dan tabi’in yang sangat erat
kaitannya dengan situasi social politik yang meliputi masyarakat muslim saat
itu. Dari Manhajul Fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keislaman baik
bidang akidah, syari’ah, maupun akhlak/tasawuf, yang walaupun beranekaragam
tetap berada dalam satu ruh. PMII juga memakai aswaja sebagai Manhaj
Taghayyur Al-Ijtima’i yaitu pola perubahan social-kemasyarakatan yang
sesuai dengan nafas perjuangan Rosulullah dan para sahabat-sahabatnya. Pola
perubahan ini akan kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat yang mayoritas muslim.
Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai Manhajul Fikr atau Manhaj
Taghayyur Al-Ijtima’i adalah sebagaimana di sabdakan Rosulullah: Maa
Anaa ‘Alaihi Wa Ash Habi (segala sesuatu yang datang dari rosul dan
sahabatnya). Inti itu diwujudkan dalam empat nalai: tawasuth (moderat), tasamuh
(toleran), tawazun (propesional/keseimbangan) dan ta’addul
(keadilan).
NILAI-NILAI
ASWAJA DAN ARUS SEJARAH
1.
Tawassuth
Tawasuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah,
moderat tidak ekstrim (baik kekanan maupun kekiri), tetapi memiliki sikap dan
pendirian. Khairul Umur aw Satuha (muderat adalah sebaik-baik
perbuatan). Tawasuth merupakan nilai yang mengatur pola pikir, yaitu bagaiman
seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita.
Aqidah yang tawasuth adalah aqidah yang di satu sisi
tidak terjebak dalam rasionalitas buta (menomor duakan al-Quran dan Sunnah
Rasul), disisi lain menempatkan akal sebagai alat untuk berfikir dan
menafsirkan al-Quran dan as-Sunnah.
Fiqih atau hukum Islam yang tawassuth adalah
seperangkat konsep hukum yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist, namun
pemahamannya tidak hanya bersandar pada tradisi, juga tidak kepada rasionalitas
akal belaka.
Tasawuf yang tawasuth adalah spiritualitas ketuhanan
yang menolak konsep pencapaian haqiqah (hakekat Tuhan) dengan meninggalkan
syari’ah atau sebaliknya. Tasawuf yang tawasuth menjadikan taqwa (syari’ah)
sebagai jalan utama menuju haqiqah.
Filsafat yang tawasuth pemikiran logis yang tidak
mempertentangkan konsep-konsep filosofis kebenaran agama (al-Qur’an dan Hadist).
Dengan kata lain menjadikan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadist sebagai pemandu
pemikiran filosofis.
2.
Tasamuh
Tasamuh adalah toleran, Tepa Selira (bhs. Jawa).
Sebuah pola sikap yang menghargai perbedaan, tidak memakasakan kehendak dan
merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagainan kita bersikap dalam
kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan
bermaysarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran pluralisme atau keeagaman, yang
saling melengkapi bukan membawa perpecahan.
Dalam kehidupan beragama, tasamuh di realisasikan
dalam bentuk menghormati keyakinan dan kepercayaan umat beragama lain dan tidak
memaksa mereka untuk mengikuti keyakinan dan kepercayaan kita. Dalam kehidupan
bermasyarakat tasamuh terwujud dalam perbuata-perbuatan demokratis yang tidak
mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama. Dan setiap usaha
bersama ditujukan untuk menciptakan stabilitas masyarakat yang di penuhi oleh
kerukunan, sikap saling menghormati, dan hormat-menghormati.
Di wilayah kebudayaan tasamuh hadir dalam bentuk usaha menjadikan perbedaan ras, suku, adat
istiadat, dan bahasa sebagia élan yang dinamis bagi perubahan masyarakat ke
arah yang lebih baik. Perbedaan tersebut
berhasil di rekatkan dalam sebuah cita-cita bersama untuk membentuk
masyarakat yang berkeadilan, beraneka ragaman, saling melengkapi. Unity in
diversity
3.
Tawaazun
Keseimbangan dalam pola hubungan atau relasi, baik
yang bersifat antara individu, antar struktur social, antar negara dan
rakyatnya, maupun antara manusia dengan alam. Bentuk hubungan disini yang tidak
berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak lain). Tetapi,
masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai fungsinya tanpa harus
mengganggu fungsi oranglain. Hasil yang diharapkan adalah kedinamisan hidup.
Dalam ranah social yang ditekankan adalah
egaliterialisme (persamaan derajat) seluruh umat manusia. Tidak ada yang merasa
lebih dari pada yang lain, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya. Tidak
ada dominasi dan eksploitas seseorang kepada orang lain. Termasuk laki-laki terhadap
perempuan.
Dalam wilayah poitik tawazun meniscayakan antara
posisi negara (penguasa) dan rakyat. Penguasa tidak boleh bertindak
sewenag-wenag menutup kran demokrasi, dan menindas rakyatnya. Sedangkan rakyat
harus selalu mematuhi peraturan yang di tujukan untuk kepentingan bersama,
tetapi juga harus senantiasa mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Dalam wilayah ekonomi tawazun meniscayakan pembangunan
system ekonomi yang seimbang antara
posisi negara, pasar, dan mayarakat. Fungsi negara adalah sebagai pengatur
sirkulasi keuangan, perputaran nofal, pembuat rambu-rambu atau aturan main bersama
dan menguntrol pelaksanaannya. Tugas pasar adalah pendistribusian produk yang
memposisikan konsumen serta produsen secara seimbang, tanpa ada satu pihak pun
yang ditindas. Fungsi masyarakat khususnya (konsumen) adalah menciptakan
lingkunagn ekonomi yang kondusif, yang didalamnya tidak ada monopoli,dan disisi
yang lain mengontrol kerja negara dan pasar.
4.
Ta’adul/ ’Adalah
Yang dimaksud dengan ta’adul adalah keaaadilan, yang merupakan
pola integral dari tasamuh, tawazun, dan tawasuth. Keadilan ilmiah yang merupakan
ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran sikap dan relasi, harus selalu
diselaraskan dengan nilai ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksudkan disini
adalah keadilan ssosial. Yaitu nilai kebenaran yang mengatur totalitas
kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah
membuktikan bagimana Nabi Muhammad bisa dan mampu mewujudkan dalam masyarakat Madinah.
Begitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundemen bagi kehidupan
masyarkat Islam yang agung.
IMPLEMENTASI
NILAI-NIALI ASWAJA DALAM KONTEKS GERAKAN
Aswaja
sebagai manhaj at-taghayyur al-ijtima’ bisa kita tarik dari nilai-nilai perubahan
yang diusung Nabi Muhamnmad dan para sahabatnya ketika merevolusi kaum Jahiliah
menjadi masyarakat yang tercerahkan oleh nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan
universal. Ada dua hal yang menjadi landasan perubahan itu:
1.
Basis nilai, yaitu nilai kebenaran Qurani dan nilai as-Sunah
yang di implementasikan secara konsekuen dan penuh komitmen.
2.
Basis realitas, yaitu keberpihakan terhadap kaum
tertindas dan masyarakat lapisan bawah.
Dua basis ini terus menjadi nafas
perubahan yang di usung oleh umat Islam yang konsisten terhadap Aswaja,
termasuk didalamnya PMII. Konsistensi disini hadir dalam bentuk élan dinamis gerakan
yang selalu terbuka untuk dikritik dan dikonstruk ulang, sesuai dengan dinamika
zaman dan lokalitas. Dia hadir tidak dengan klaim kebenaran tunggal, tetapi
selalu berdialektika dengan realitas jauh dari sifat eksklusif dan fanatik.
Maka empat nilai yang didukung oleh Aswaja,
untuk konteks sekarang harus kita tafsirkan ulang sesuai dengan perkembangan
teori-teori sosial dan ideologi-ideoligi dunia. Tawassuth sebagai pola pikir, harus
kita maknai sebagai tidak mengikuti nalar kapitalisme-liberal di satu sisi dan
nalar sosialisme disisi lain. Kita harus memiliki cara pandang yang otentik
tentang realitas yang selalu berinteraksi dalam tradisi. Pemaknaanya ada dalam
paradigma yang dipakai oleh PMII yaitu paradigma kritis transformatif.
Tassamuh sebagai pola sikap harus kita
maknai sebagai bersikap toleran dan terbuka terhadap semua golongan selama
mereka bisa menjadi saudara bagi sesama. Sudah bukan waktunya lagi untuk terkotak-kotak dalam kebekuan golongan,
apalagi agama. Seluruh gerakan dalam satu nafas pro-demokrasi harus bahu
membahu membentuk aliansi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik, bebas
dari segala bentuk penindas dan penjajahan. PMII harus bersikap inklusif
terhadap sesama pencari kebenaran dan membuang semua bentuk primordialisme dan
fanatisme keagamaan.
Tawazun sebagai pola relasi dimaknai
sebagai usaha mewujudkan egalitarianisme dalam ranah social, tidak ada lagi
kesenjangan berlebihan antar sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan,
antara kelas atas dan bawah. Di wilayah ekonomi PMII harus melahirkan mikel
gerakan yang mampu menyeimbangkan posisi Negara, pasar dan masyarakat. Berbeda
dengan kapitalisme yang memusatkan orientasi ekonomi di tangan pasar sehingga
fungsi nerara hanya sebagai obligator belaka dan masyarakat ibarat robot yang
harus selalu menuruti kehendak pasar; atau sosialisme yang menjadikan Negara
sebagai kekuatan tertinggi yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, sehingga
tidak ada kebebasan bagi pasar dan masyarakat untuk mengembangkan potensi
ekonominya. Di wilayah politik, isu yang diusung adalah mengembalikan posisi
seimbang antara rakyat dan negara. PMII tidak menolak kehadiran negara, karena
Negara melalui pemerintahannya merupakan implementasi dari kehendak rakyat.
Maka yang perlu dikembalikan adalah fungsi negara sebagai pelayan dan pelaksana
setiap kehendak dan kepentingan rakyat. Di bidang ekologi, PMII harus menolak
setiap bentuk eksploitasi alam hanya semata-mata demi memenuhi kebutuhan manusia
yang berlebihan. Maka, kita harus menolak nalar positivistic yang diusung oleh
neo-liberalisme yang menghalalkan eksploitasi berlebihan terhadap alam demi
memenuhi kebutuhan bahan mentah, juga setiap bentuk pencemaran lingkungan yang
justru dianggap sebagai indikasi kemajuan teknologi dan percepatan produksi.
Ta’adul sebagai pola integral mengandaikan usaha PMII
bersama seluruh komponen masyarakat, baik nasional maupun global, untuk
mencapai keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan dalam bersikap, berfikir,
dan relasi. Keadilan dalam ranah ekonomi politik, dan budaya, pendidikan dan
seluruh ranah kehidupan. Dan perjuangan menuju keadilan universal harus
dilaksanakan melalui usaha sungguh-sungguh, bukan sekedar menunggu anugrah atau
pemberian yang turun dari langit.
Alur
perjalanan aswaja dalam geosospol (geneologi, social politik) global
Perjalanan aswaja dalam kurun waktu
sejarah kehidupan masyarakat muslim tidak selamanya mulus. Meskipun dirinya
hadir sebagai pemahaman keislaman yang paling sesuai dengan tuntunan nabi
Muhammad SAW serta para sahabatnya, aswaja juga sering melenceng dari arus
utamanya, ketika terjadi perselingkuhan dengan kekuasaan, baik secara politik
maupun ekonomi. Hal tersebut dapat kita lihat dalam table berikut:
Table
1
NO
|
PERIODE
|
MOMEN SEJARAH
|
1
|
Abu
Bakar
|
Di dalam negeri, Abu Bakar berhasil menyatukan umat muslim setelah
menumpas gerakan nabi palsu dan kaum murtad. Dalam hubungan luar negeri,
penyerangan terhadap basis penting di Romawi dan Persia di Malai.
|
2
|
Umar
Bin Khattab
|
- Tata
negara Madinah di bakukan berdasarkan Asa Syura
- Persia
berhasil ditaklukkan
- Romawi
diusir dari tanah Arab
- Terjadi
pengkotakan antara Arab dan non-Arab
- Wilayah
Islam mencapai Cina dan Afrika Utara.
|
3
|
Ustman
Bin Affan
|
- Al-Quran
dikodifikasi dalam mushaf Ustmani
- Embrio
perpecahan umat mulai tampak
- Pemerintahan
labil karena gejolak politik dan isu KKN
- Armada
maritim di bangun
|
4
|
Ali
Bin Abi Thalib
|
- Perang
Jamal
- Pemberontakan
Mu’awiyah
- Arbitrase
Shiffin memecah belah umat menjadi tiga kelompok besar: Syi’ah, Khawarij,
Murji’ah
- Abdullah
bin Umar mengkonsolidir gerakan awal aswaja yang tidak memihak kepihak
manapun dan lebih memusatkan perhatian pada penyalamatan sunnah
- Akhir
dari sistem syura.
|
5
|
Bani
Umayah
|
- Kembalinya
negara klan atau dinasti
- Islam
mencapai Andalusia dan asia tengah
-
Mazhab-mazhab teologis bermunculan; terutama Qodariyah,
Jabariyah, Murjiah muderat, dan Mu’tazilah
- Aswaja
belum terkonsep secara baku (Abu Hanifah).
|
6
|
Bani
Abasyiyyah
|
- Mu’tazilah
menjadi idiologi Negara
- Mihnah
dilancarkan terhadap beberapa imam aswaja, termasuk Imam Ahmad Bin Hambal
- Fiqih
dan usul fiqh di sistematisasi oleh Imam Syafi’ie, teolog oleh imam al-Asy’ari
dan al-Maturudi, sufi oleh Aljunaid dan al-Ghazali
- Terjadi
pertarungan antara doktrin aswaja dengn kalangan filosof dan tasawuf falsafi
- Kemajuan
ilmu pengatahuan sebagai wujud dari dialek tika pemikiran
- Perang
salib di mulai
- Kehancuran
Baghdad oleh Mongol menjadi awal menyebarnya umat beraliran aswaja sampai
kenusantara.
|
7
|
Umayah
Spnyol
|
- Aswaja
menjadi mazdhab dominan
- Kemajuan
ilmupengatahuan menjadi awal kebangkitan eropa
- Aswaja
berdialektika dengan filsafat dalam pemikiran Ibnu Rusyd dan Ibnu ‘Arabi.
|
8
|
Turki
Ustmani
|
- Aswaja
menjadi idiologi negara dan sudah di anggap mapan
- Kesinambungan
pemikiran hanya terbatas pada syarah dan hasyiyah
- Romawi
berhasil diruntuhkan
- Perang
salib berakhir dengan kemenangan umat Islam
- Kekuatan
syi’ah (safawi) berhasil di lumpuhkan
- Mughal
berdiri kokoh di India.
|
9
|
Kolonialisme
Eropa
|
- Masuknya
paham sekularisme
- Pusat
perhatian umat muslim mulai berpindah ke Eropa
- Aswaja
menjadi basis perlawanan terhadap imperialisme
- Kekuatan-kekuatan
umat Islam kembali terkonsolidir.
|
10
|
Akhir
Turki Ustmani
|
- Lahirnya
Turki muda ynga membawa misi rekturisasi dan reinterpretasi aswaja
- Gerakan
wahabi lahir di Arabia
- Kekuatan
syi’ah terkonsolidir di afrika utara
- Gagasan
pan-islamisme di cetuskan oleh al-afghani
- Abduh
memperkennkan neo-mu’tazilah
- Al-ikhwan
al-muslimun muncul di mesir sebagai perlawanan terhadap barat
- Berakhirnya
system kekhalifahan dan digantikan oleh nasionalisme (nation-state)
- Aswaja
tidak lagi menjadi idiologi negara.
|
11
|
Pasca
PD II
|
- Aswaja
menjadi mazhab keislaman paling dominant di ikuti usaha-usaha kontektualisasi
aswaja di negara-negara muslim
- Lahirnya
negara muslim Pakistan yang berhaluan aswaja
- Kekuatan
syi’ah menguasai Iran
- Lahirnya
OKI namun bersifat simbolik belaka.
|
Alur
perjalan aswaja dalam sejarah nusantara (ke-indonesia-an)
Ada
kesinambungan antaa alur geosospol denan sejarah islam dinusantara. Memang
Banyak perdebatan tentang awal kedatangan islam di Indonesia ada ang
berpendapat abad ke-18 dan ke-13 M. namun yang pasti tonggak kehadiran islam di
indonesi sangt tergantung kepada dua hal yaiut pertama kesultanan pasai di
acerh yang terdiri sekitar abad ke 13 dan kedua wali songo di jawa yang mulai
hadir pada akhir abad ke 15 bersaman dengan runtuhnya majapahit. Namun dalam
perkembangan islam selanjutnya yang lebih berpengaruh adalah wali sanga yang
dakwah islamnya tidak hanya terbatas diwilayah jawa saja tetapi menggurita
dieluruh pelosok nusantara yang penting untuk dicatat pula semua sejarawan
sepakatbahwa wali sangalah yang degna cukup berlian mengkonteskan Aswaja dengan
kebudayaan masyarakat Indonesia, sehingga lahirlah aswaja yang khas Indonesia
yang sampai hari ini menjadi basis bagi golongan tradisonalis termasuk PMII.
No
|
Periode
|
Momen sejarah
|
1
|
Islam awal pra wali sanga
|
Masyarakt muslim bercorak maritime pedagang berbasis diwilayah
pesisir.
Mendapat hak istemewa dari kerajaan hindu yang pengaruhnya semakin
kecil.
Fleksibelitas politik.
Dakwah dilancarkan kepada para elit penguasa setempat.
|
2
|
Wali sanga
|
Konsolidasi kekuatan pedagang muslim membentuk konsorsium berama
membidani berdirinya kerajaan demak dengan egalitarianisme aswaja sebagai
dasar Negara.
System kasta secara bertahap dihapus.
Islamisasi dengan media kebudayaan.
Tercipta asimilasi dan pembauran islam dengan kebudayaan lokal
bercorak hindu budha.
Usaha mengusir portugis gagal
|
3
|
Pasca-wali sanga-kolonialisme
|
Penyatuan jawa oleh trenggana menyebabkan dikuasainya jalur laut
nusantara oleh portugis kekuatan islam masuk kepedalaman.
Kerajaan mataram melahirkan corak baru islam nusantara yang bersifat
agraris sinkkretik
Mulai terbentuknya struktur masyarakat feudal yang berkelindan dengn
struktur colonial mengembalikan struktur kasta dengn gya baru.
Kekuatan tradisionalis terpecah belah akibat banyaknya pesantren yang
menjadi miniature kerajaan feudal.
Kekuatan orisinil aswaja hadir daam bentuk perlawanan agama rakyat dan
perjuangan menentang penjajahan.
Arus pembaruan islam muncul di minangkabau melalui perang padri.
Politik etis melahirkan kalangan terpelajar pribumi, ide nasionalisme
mengemuka.
Kekuatan islam mulai terkonsolidir dalam serikat islam (SI).
Muhammadiyah berdiri sebagai basis muslim modernis.
|
4
|
Kelahiran NU
|
Komite hijaz sebagai embrio.
Kekuatan modernis dengan paham wahabinya sebagai motivasi.
SI tidak lagi punya pengaruh besar.
Jaringan ulama tradisionalis dikonsolidir dengan semangat meluruskan
tuduhan tahayul, bid’ah, khurafat.
Qanum asasi disusun sebagai landasan organisasi NU, aswaja tradisi
sebagai basis perlawanan terhadap kolonialisme, fatwa jihad mewarnai revolusi
kemerdekaan.
|
5
|
NU pasca kemerdekaan
|
NU menjadi partai politik.
Masuk dalam aliansi Nasakom.
PMII lahir sebagai underbouw diwilayah mahasiswa dibarisan terdepan
pemberantasan PKI.
Ikut membidani berdirinya orde baru.
Ditelikung GOLKAR dan TNI pada pemilu 1971
Deklarasi munarjati menandai independennya PMII.
NU bergabung dengan PPP pada pemilu 1977.
Tumbuhnya kesadaran akan penyimpangan trhadap Qanun Asasi dan perlunya
khittah.
|
6
|
NU pasca khittah
|
NU kembali menjadi organisasi kemasyarakatan.
Menerima pancasila sebagai asas tunggal.
Menjadi kekuatan utama untuk civil society di Indonesia.
Posisi vis a vis Negara
Bergabung dengan aliansi nasional memulai reformasi menjatuhkan rejim
orde baru.
|
7
|
NU pasca reformasi
|
Berdirinya PKB sebagai wadah politik nahdliyyin.
Naiknya gus dur sebagai presiden.
NU mengalami kegamangan orientasi.
Kekuatan civil society mulai goyah.
PMII memulai tahap baru interpendensi.(pasca gus dur sampai saat ini
kekuatan tradisionalis menjadi terkotak-kotak oleh kepentingan politis.)
|
Rumusan
nilai-nilai dasar pergerakan PMII
a.
hablun min allah (hubungan manusia dengan allah)
dalam
hubungan ini semuanya termaktub didalam firman allah sebagaimana berikut:
Q.S.
Al-Dzariat:56, Q.S al-Ikhlas:1-4, Q.S. Shad:82-83, Q.S al-Baqarah:30, Q.S.
al-Ahzab:72, Q.S. al-Anam:165.
b.
hablun min al-anas (hubungan manusia dengan manusia)
Q.S.
al-Hujurat:13, Q.S. al-Mujadalah:11, Q.S. al-Hujurat:11, Q.S. al-Maidah:8, Q.S.
al-Nisa:58, Q.S. al-Imran:199, Q.S. al-Kafirun:1-6.
c.
hablun min al-alam (hubungan mansia dengan alam)
Q.S.
Hud:16
Post a Comment